Sunday, April 29, 2007

Kegiatan Food For Work

Sekitar sebulan silam saya menerima sebuah SMS dari Kang Luigi di Liberia: dia meminta saya untuk berbagi cerita tentang aktivitas di Kupang untuk dikontribusikan kedalam situs www.pralangga.org. Wah, padahal keseharian saya rasanya tidak semenarik peacekeeping operations di Afrika sana. Karena belum punya cukup waktu (dan mood) untuk menulis, baru kali ini saya menyempatkan menuangkan sedikit rekaman kegiatan selama 4 bulan terakhir ini.

Kota Kupang yang merupakan ibukota propinsi NTT dapat dijangkau dalam 4 jam melalui jalur udara dari Jakarta. Sebagian besar maskapai udara yang melayani rute Jakarta-Kupang transit di Surabaya, tapi Garuda singgah di Denpasar untuk kemudian dilanjutkan dengan menggunakan Merpati menuju Kupang. Cuaca di Kupang tentu lebih panas dari Jakarta, kita perlu banyak minum untuk mengimbangi cairan tubuh yang keluar melalui keringat.

Di sini saya bekerja pada lembaga internasional dibidang pangan, tempat yang sama saat masih di Jakarta. Bedanya, di Jakarta saya terlibat dalam program rehabilitasi gizi, sementara di Kupang saya bekerja untuk program Food For Work atau biasa disebut Padat Karya Pangan. Selain lembaga saya, beberapa LSM internasional juga memiliki program serupa. Secara sederhana, program ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian di desa melalui pembangunan fasilitas/ sarana yang terkait erat dengan pertanian. Sarana-sarana tersebut dapat berupa saluran irigasi, embung/ bendungan, bak pembagi air, terasering, pembukaan sawah, pembangunan jalan desa untuk memudahkan mobilisasi hasil panen, dsb. Tujuan jangka panjang dari kegiatan ini ialah peningkatan ketahanan pangan. Unsur keswadayaan masyarakat bisa dikatakan cukup besar. Sebagai misal, dalam pembukaan jalan/ pembuatan embung, batu dan pasir yang dibutuhkan diupayakan secara swadaya oleh masyarakat, sementara semen disediakan oleh kami. Atas hasil kerja masyarakat, lembaga memberikan insentif berupa bahan pangan yaitu beras dan minyak goreng. Jumlah insentif disesuaikan dengan norma kerja yang telah ditentukan (1 HOK = 2.5 kg beras + 0.15 kg minyak goreng).

Saya bekerja sebagai Field Monitor, ini erat kaitannya dengan aspek monitoring dan evaluasi. Praktis sebagian besar waktu kerja saya habiskan di lapangan, dalam hal ini di desa. Saya menangani kegiatan di 2 kabupaten, yaitu Kupang dan Timor Tengah Selatan (TTS). Alhamdulillah, melalui pekerjaan ini cukup banyak tempat baru yang bisa saya kunjungi. Tidak pemandangan alamnya saja yang menarik, tapi interaksi dengan beneficiaries juga memberikan kesan mendalam. Implementasi di lapangan tidak melulu menggembirakan, tapi banyak pula yang memuaskan. Kadang kami menemui embung baru yang telah penuh terisi air (sehingga masyarakat bisa memanfaatkannya untuk mengairi ladang/ kebun), kadang yang ditemui adalah terasering yang disesaki rumput liar karena tidak dirawat/ dipelihara (sehingga tanaman pokok kalah bersaing untuk memperoleh unsur hara). Faktor alam memegang peranan yang juga penting dalam menunjang keberhasilan kegiatan. Tahun ini, selain hujan terlambat turun, intensitasnya pun banyak berkurang sehingga banyak tanaman jagung yang merana dan gagal panen. Bila sudah demikian, kita semakin terenyuh. Insentif beras mungkin tidak memadai karena sifatnya sebagai penunjang hasil panen (sebagian besar hasil jagung adalah untuk dikonsumsi sendiri/ subsistensi). Selain menanam jagung, masyarakat juga menanam kacang tanah, singkong, ubi jalar, labu, dsb. Mixed cropping seperti ini merupakan suatu bentuk coping mechanism jika terjadi kegagalan pada salah satu komoditi. Bila di Jakarta dulu saya kurang bisa memanfaatkan latar belakang keilmuan saya dibidang kehutanan, di Kupang saya merasa bersyukur bisa sedikit menerapkan dan mengkontribusikan keahlian kepada masyarakat, walaupun secara operasional masyarakat jauh lebih kompeten.

At a glance, begitulah aktivitas saya di propinsi yang dijuluki Nusa Cendana ini..